Bandung, Jabar - Bangunan Cagar Budaya maupun Rumah Sejarah di Jawa Barat jumlahnya mencapai lebih dari 50 unit. Selain rumah Ibu Inggit Garnasih di Kota Bandung, rumah singgah Soekarno yang tersebar di Karawang dan Bekasi dan beberapa tempat lainnya hingga kini kondisinya membutuhkan keseriusan pemerintah dalam menanganinya.
Kembali mengemukanya permasalahan Rumah Bersejarah Inggit Garnasih di Jalan Inggit Garnasih No 8 (dulu Jalan Ciateul), berawal dari niat Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat untuk melengkapi koleksi rumah sejarah pergerakan kemerdekaan tersebut. Namun semua barang peninggalan Inggit Garnasih dan Soekarno masih berada di tangan wahli waris Ratna Djuami (anak angkat Inggit Garnasih dan Soekarno).
Terhadap niat Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Disparbud Jabar tersebut disambut baik oleh para ahli waris sebagaimana pernah dilakukan pada tahun 1993 dengan menjual rumah warisan Inggit Garnasih ke Pemprov Jabar senilai Rp 300 juta. Namun saat hendak dilanjutkan dengan pembelian sejumlah barang peninggalan Inggit Garnasih dan Soekarno pada tahun 2003 pada masa pemerintahan HR Nuriana, pihak Pemprov Jabar ingkar janji terhadap kompensasi yang telah disepakati.
“Sebenarnya bukan pemerintahnya yang ingkar, tapi para pelaksana dilapangan, seperti yang terjadi beberapa waktu ini, masa untuk negosiasi diserahkan kepada pihak ketiga. Kan tidak lucu,” ujar Tito Zeni Asmara Hadi (63) putra keempat pasangan Ratna Djuami (87) dan alm. Asmara Hadi.
Hingga akhirnya tersiar kabar bahwa Tito dalam waktu dekat akan menjual beberapa warisan keluarga peninggalan Inggit Garnasih dan Soekarno. Diantaranya surat nikah dan surat cerai yang pada tahun 1983 pernah ditawar salah satu lembaga kebudayaan Belanda seharga Rp 2 milyar.
Sebenarnya, masalah bangunan cagar budaya ataupun rumah bersejarah yang tengah dihadapi Pemprov Jabar bukan hanya yang berhubungan dengan Rumah Sejarah Inggit Garnasih, selain itu juga rumah singgah Soekarno di Renggasdengklok Karawang yang akan dijual oleh pihak pemilik karena tidak kuat menahan beban pemeliharaan yang mencapai Rp 50 juta pertahun. Rumah singgah Moh Yamin di Sukabumi-pun kini tengah bermasalah, karena pihak TNI selaku pemilik akan mengalihfungsikan rumah tersebut menjadi kantor.
Selain masalah kepemilikan, peristiwa gempa bumi yang terus terjadi menimpa sejumlah kawasan di Jawa Barat, juga mengakibatkan kerusakan sejumlah bangunan cagar budaya dan rumah sejarah yang hingga kini belum jelas kapan akan diperbaiki. Semisal Mesjid Manonjaya di Tasikmalaya dan Rumah Boscha di Pangalengan.(A-87/kur)
Sumber: http://www.pikiran-rakyat.com