Totemisme sebagai bentuk kepercayaan yang memandang asal-usul manusia berasal dari dewa-dewa nenek moyang, mewarnai kehidupan etnik Marind-anim yang mendiami tiga distrik yakni Merauke, Okaba dan Muting, Kabupaten Merauke, Papua.
Kepala Balai Arkeologi Jayapura, Drs.M.Irfan Mahmud,M.Si di Jayapura, Minggu menjelaskan, segala aktivitas kehidupan suku Marind-anim sangat dipengaruhi adat, lingkungan alam dan sistem kepercayaan.
"Selain itu mengenal pula adanya unsur totemisme yang berkaitan dengan nenek moyang yang mereka sebut `dema`," jelasnya.
Menurut dongeng suci ada dua macam dema, yaitu dema darat misalnya sagu, kelapa, pisang, kangguru dan babi serta dema laut, di antaranya ikan, buaya dan udang.
Irfan menjelaskan, dalam upacara religi, masyarakat etnik Marind-anim selalu merias tubuh mereka dengan simbol-simbol dari tiap-tiap klan atau marga. Motif riasan tubuh tersebut berupa gambar binatang dan tumbuh-tumbuhan tertentu yang dianggap sebagai dewa nenek moyang mereka.
"Selain mengandung makna simbolik, juga dianggap sebagai totem bagi mereka," imbuhnya.
Dengan menggunakan hiasan tumbuhan dan binatang, masyarakat Marind-anim mengharapkan kekuatan dan segala sifat baik yang ada pada lambang-lambang itu.
Hal ini disebabkan masyarakat etnik tersebut menganggap bahwa terdapat unsur kesamaan antara mereka dengan suatu bintang atau tumbuhan.
Adapun tiga upacara besar yang dilaksanakan orang Marind-anim adalah upacara inisiasi untuk memasukkan anak-anak muda menjadi anggota masyarakat yang penuh, upacara kesuburan dan kehidupan dalam alam serta upacara dengan roh-roh nenek moyang dan roh-roh orang mati.
Etnik Marind-anim merupakan salah satu komunitas di Papua yang masih mempertahankan budayanya hingga kini. Mereka memproteksi budaya dari pengaruh luar.
Penelitian etno-arkeologi di wilayah etnik Marind-anim menunjukkan bahwa mereka masih menggantungkan hidup sepenuhnya pada alam sehingga masih senantiasa melakukan upacara-upacara pemulihan. (kpl/bee)
Sumber: http://berita.kapanlagi.com