Karimun, Kepri - Keberadaan para Pekerja Seks Komersial (PSK) di bumi Berazam, Kabupaten Karimun, diperkirakan kian tumbuh subur. Bahkan keberadaannya kian meresahkan warga masyarakat karena para PSK tidak lagi di kawasan Villa Kapling, melainkan telah berada di tengah-tengah pemukiman masyarakat.
Jika hal ini dibiarkan, bukan tidak mungkin akan muncul dampak sosial bagi masyarakat, terutama bagi generasi muda penerus bangsa. Belum lagi kekuatiran akan dampak kesehatan terkait penyebaran penyakit kelamin menular hingga penyebaran HIV/Aids.
Meski pihak Pemkab Karimun telah berulang-kali menegaskan upaya pemberantasan PSK, namun yang terkesan hanya tindakan “kamuflase” semata. Sebab, tidak bisa dipungkiri, keberadaan para PSK menjadi daya tarik wisataan yang berkunjung ke Karimun.
Pantauan FOKUS, para PSK masih terlihat sibuk hilir-mudik dari kawasan Villa Kapling ke sejumlah hotel untuk melayani para tamu lelaki hidung belang. Mereka di Villa saat istirahat menanti tamu yang diatur para mucikari alias mami.
Di luar Villa Kapling, para PSK sebagian telah bermukim di rumah-rumah kontrakan karena telah berstatus “simpanan”. Jika si lelaki yang menyimpan belum datang, maka ada juga yang mencari “makan” dengan keluar malam dengan mendatangi tempat-tempat hiburan malam.
Tidak saja para PSK yang dikoordinir para mucikari di Villa Kapling, sejumlah “PSK Terselubung” juga semakin marak dengan kedok sebagai wanita pemijat. Mereka bertebaran di sejumlah panti pijat baik yang memiliki izin maupun tidak.
Keberadan panti-panti pijat ini, tentu semakin menambah maraknya wajah-wajah PSK di Karimun. Bukan rahasia umum lagi, para wanita pemijat tersebut, bisa pakai, sesuai dengan kesepakatan harga yang ditetapkan. Terhadap modus wanita pemijat ini, bahkan ada pekerja panti pijat yang tidak pulang ke tempat kerja diwajibkan membayar uang cas kepada pihak pengelola panti pijat.
Seorang warga sebut saja Edi meminta pihak Pemkab untuk menertibkan semua kegiatan prostitusi yang semakin marak di Karimun. Termasuk sejumlah panti pijat atau massage yang dijadikan kedok untuk memiliki izin usaha “esek-esek”.
“Penertiban harus benar-benar dilakukan untuk menepis Karimun sebagai Kota ‘esek-esek’,” pintanya singkat. (Ahmad Damanik)
Sumber: http://www.detikriau.net