Awas, Soto Ranjau!!

Jakarta - Ranjau, ternyata tak hanya ditemukan di medan pertempuran, tetapi di dalam soto. Tenang, jangan panik, kalau Anda menemukan ranjau bertebaran diantara kuah soto. Makan saja, tidak akan bikin tubuh meledak. Kok?

Awalnya, saya tidak terbayang apa yang istimewa dari soto ranjau ini dan kenapa dinamakan ranjau. Sampai akhirnya seorang teman mengajak saya makan siang di tempat makan yang terletak di kawasan Melawai, Blok M, Jakarta Selatan.

Kata teman saya, warung soto yang satu ini selalu ramai, apalagi pas jam-jam makan. Benar saja. Ketika kami sampai disana, hampir semua bangku terisi. Untung, masih ada bangku yang terletak di ujung. Kami pun, harus melewati lorong sempit menuju kesana.

Maklumlah, warung ini dibikin seadanya, dengan dinding seng, di deretan tenda-tenda kecil di belakang Melawai Plasa. Di warung milik H. Choirul ini, saya memesan soto ranjau plus ceker, sedangkan teman saya memesan soto ayam biasa.

Tak lama, pesanan kami pun datang. Rupanya, soto ranjau adalah soto ayam ditambah dengan balungan (tulang ayam) di atasnya. Saking banyaknya tulang-tulang ayam tersebut, sampai-sampai isi soto, bihun dan kol tidak kelihatan.

Benar-benar banyak ‘ranjau‘nya. Saya harus mengaduk-ngaduk dengan susah payah untuk mengambil kuah maupun bihun yang terletak di dasar mangkuk. Tetapi, inilah tantangannya menikmati soto ranjau.

Saya harus dengan sabar mengambil satu persatu tulang ayam dan ‘menggerogoti‘ daging ayam yang menempel di sela-sela tulang. Tentu saja, lebih asyik kalau pakai tangan.

Bagi yang tidak suka tulang, boleh pesan yang lain kok. Seperti teman saya, soto ayam biasa atau soto ceker. Cekernya juga mantap. Besar-besar dan empuk.

Untuk rasa, bagi saya standar saja. Tidak ada yang istimewa. Keunikan soto dengan ranjau-ranjau ini-lah yang mungkin menjadikan soto ini laris. Selain, tentu saja, karena harganya yang murah, sekitar Rp 6000 per porsi.

Titi, salah seorang pelanggan soto ranjau, mengatakan dirinya sudah bertahun-tahun menyantap ranjau-ranjau ini. Apalagi, kantornya tidak jauh dari warung soto yang sudah berdiri sejak 1978.

"Makannya asyik mbak, apalagi kalau pake tangan. Saya memang lebih suka makan ayam yang ada tulang-tulangnya, daripada dagingnya," katanya.

Lain lagi dengan Banu. Ia mengaku tidak begitu suka dengan ranjau. Kalau ke sana, ia selalu memesan soto ceker. "Saya memang paling suka ceker. Di sini cekernya besar-besar dan empuk. Murah lagi," ungkapnya.

Yuk, makan ranjau ramai-ramai....( Angelina Maria Donna)

Sumber: kompas.co.id (28 Mei 2008)
-

Arsip Blog

Recent Posts