Diskusi Pariwisata di Pesan Trend Budaya Ilmu Giri

Yogyakarta - Bagi banyak negara di Dunia Ketiga, perjalanan internasional dan turisme merupakan sebuah mata dagang yang penting. Jika dicermati, kateristik pertama turisme adalah kombinasi dari berbagai jasa, seperti: transportasi, akomodasi, konsumsi serta jasa-jasa lokal. Selain itu, ciri lain yang sangat jelas dari komoditas pengalaman ini adalah replikasi dalam konteks komersial berbagai jasa berbasis rumah tangga — seperti keramahtamahan, jasa personal, akomodasi, jenis-jenis makanan, serta pemuasan psikologis.

Hal tersebut diungkapkan Prof F Vellas dari University of Toulouse, Prancis yang didamping Prof Napoli saat mengunjungi 5 mahasiswa yang berasal dari lima negara seperti Venezuela, Prancis, Afrika, Asia Tengah yang melakukan riset sekaligus mengikuti kemah kebangsaan di Pesan Trend Budaya Ilmu Giri, Kabupaten Bantul, Yogayakarta, belum lama ini.

Prof Vellas juga mengatakan saat ini tuntutan para wisatawan sudah jauh berkembang. Di luar berbagai persyaratan elementer seperti tingkat keamanan sarana perjalanan maupun kenyamanan akomodasi, maka tuntutan terhadap kualitas pelayanan cenderung terfokus pada perhatian personal dalam beragam jasa yang tersedia juga tak kalah penting. Para turis tidak hanya dipikat dengan standar pelayanan Mereka juga harus dihibur dan dimanjakan. “Saat ini memang sudah terjadi pergeseran paradigma di bidang pelayanan wisata,” tegas Vellas.

Sementara, dalam ‘Dialog Pariwisata Spiritual‘ yang diikuti mahasiswa dari 33 provinsi dan dipandu Dr M Baiquni dari Pusat Studi Pariwisata UGM tersebut, pengasuh Pesan Trend Budaya Ilmu Giri, HM Nasruddin Anshoriy Ch menawarkan konsep baru terkait pengembangan pariwisata spiritual di masa mendatang.

Selama ini, kata HM Nasruddin, perkembangan turisme lebih terkait erat dengan tumbuhnya kebudayaan play ground — di mana sand, sun, sea, smile and sex (5S) menjadi elemen utama. Namun saat ini berbagai negara sudah memiliki kesadaran baru bahwa pariwisata yang berbasis kebutuhan intelektual dan spiritual. “Jika persoalan sex dulu menjadi komoditas unggulan, maka dewasa ini persoalan sprituality dan servility jauh lebih signifikan,” katanya. Selain itu, juga kebutuhan hidup yang lebih manusiawi, seperti smilling, sensitivity, smart, sharing, solidarity, strategy dan sprotivity bagi tumbuhnya harmoni antara manusia, alam dan Tuhan.

HM Nasruddin menegaskan konsep pariwisata konvensional lebih bersifat pemuasan hal-hal yang material semata mulai ditinggalkan. Sedang konsep pariwisata masa depan, seharusnya lebih bersifat pemenuhan hal-hal spiritual. “Sebab materialisme dan komersialisme ternyata tidak mampu memberikan ketenangan batin bagi masyarakat modern. Demikian juga globalisme yang justru membawa manusia mati rasa di tengah gelimang harta benda,” tegasnya. (Ela)-m

Sumber: www.kr.co.id (30 Mei 2008)
-

Arsip Blog

Recent Posts