Simalungun, Sumatra Utara - Danau Toba menyimpan nilai ekologi serta sosial-budaya tinggi. Luas ekosistemnya yang mencapai 369.845 hektar telah menghidupi jutaan masyarakat di sekitar wilayah danau itu.
Sayangnya, perairan Danau Toba masih “dihantui” oleh ulah tangan manusia. Berdasar data Badan Pengawas Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda), perairan Danau Toba sering digunakan untuk budidaya keramba jaring apung (KJA) yang jumlahnya 5.612 unit. Pencemaran air Danau Toba mulai dirasakan ketika keberadaan KJA itu menghiasi permukaan danau.
Pemeriksaan laboratorium juga menyimpulkan, keruhnya air danau dan tumbuhnya eceng gondok menjadi sebuah ancaman keindahan danau. Mulai dari material minyak oli kapal, sisa makanan restoran, pembuangan hotel, hingga rumah penduduk dibuang ke danau ini. Diperparah lagi pertumbuhan eceng gondok yang begitu subur menjadi indikator bahwa air kaya zat-zat organik (pencemaran organik).
Eceng gondok yang dikenal bermanfaat sebagai saringan biologis ini berfungsi mengurangi pencemaran. Namun, karena jumlahnya yang besar membuat nilai estetika Danau Toba rusak. Seorang analis lingkungan, Simalungun Latif, menyatakan, eceng gondok tersebut telah separuh lebih menutup pinggiran air Danau Toba.
Tanaman itu juga telah mengganggu transportasi kapal dan aktivitas wisatawan. Tanaman itu tumbuh di 20 lokasi di sekeliling pinggiran Danau Toba dan mencapai luas 50 hektar. Lalu, apa upaya untuk mengatasinya? Sebaiknya, tujuh pemerintah kabupaten di kawasan danau itu memiliki komitmen untuk melalukan upaya penyelamatan. Bupati Simalungun, HT Zulkarnain Damanik, pernah menandaskan bahwa mereka mengalami hambatan dalam mengatasi pencemaran.
Pemkab Simalungun hanya bisa menyosialisasikan penyelamatan kawasan Danau Toba lewat himbauan dan plang pengumuman. Untuk mengatasi masalah itu, tentunya tidak ada kata sulit. Untuk memulihkan dan menjaga ekosistem Danau Toba dari ancaman pencemaran, pemerintah daerah menerapkan sebuah peraturan daerah (perda) yang dapat menyelamatkan danau dari segala bentuk pencemaran tanpa mematikan perekonomian masyarakat.
Dalam hal ini kembali kepada pemerintah bagaimana menyiapkan program-program jangka panjang yang bisa memberikan sumber penghidupan masyarakat sekitar. Semoga, catatan singkat ini menjadi bahan masukan atau setidaknya bahan renungan bagi semua pihak yang merasa danau ini adalah sumber kehidupan.
Sumber: www.seputar-indonesia.com (2 Juni 2008)