Film Indonesia Dibeli Produser Eropa

Jakarta - Film Indonesia ternyata bisa menarik minat pasar Eropa. Hal ini terbukti dengan sejumlah film horor Indonesia yang dibeli oleh beberapa produser dalam ajang Festival Film Cannes 2008 baru-baru ini.

"Ada sepuluh transaksi film horor kita dengan para distributor dan produser di sana (Festival Film Cannes 2008). Selain horor, ada beberapa judul yang juga melakukan transaksi seperti Ayat-Ayat Cinta dengan Lionsgate," ujar Direktur Jenderal Nilai Budaya, Seni, dan Film, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Tjetjep Permana, usai mengikuti festival film di Prancis itu.

Tjetjep yang datang ke festival itu untuk menggalakkan promosi film Indonesia di kancah internasional menyebutkan, transaksi itu membuktikan film Indonesia bisa diterima oleh pasar internasional.

"Masalah utamanya memang perbedaan bahasa. Tetapi ketika di translate atau di dubbing dalam bahasa setempat, ternyata banyak juga yang menyatakan tertarik. Ini salah satu bukti film kita mampu bersaing," ujarnya.

Menurut Tjetjep, promosi film Indonesia sebenarnya sudah dirintis melalui sejumlah KBRI yang ada di negara-negara di Eropa seperti KBRI di Polandia, KBRI di Ceko, KBRI di Bulgaria, dan di Rusia. Di Asia, film-film Indonesia juga didistribusikan ke Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina ,atau Korea Selatan.

Di ajang Festival Film Cannes itu, tidak hanya terjadi transaksi film Indonesia dengan distributor internasional, tapi sejumlah produser internasional pun menjalin kerja sama dengan produser lokal untuk pengambilan gambar di Indonesia.

"Syuting ini salah satu cara lain mempromosikan Indonesia. Menjadikan wilayah Indonesia sebagai lokasi pengambil gambar yang favorit. Upaya ini tidak hanya mendukung perkembangan industri film Tanah Air, tetapi juga industri kreatif lainnya," tambah Tjetjep.

Sejumlah lokasi di Indonesia dengan keindahan alam dan karakteristik sosial budaya yang unik, memiliki daya jual yang tinggi. Masalahnya, hal ini belum banyak terekspos, sebut Tjetjep.

Sementara Direktur Film Depbudpar, Ukus Kuswara menyebutkan, sebenarnya sudah ada himbauan dari Menteri Budaya dan Pariwisata kepada gubernur dan kepala daerah untuk menyisihkan anggarannya, membuat film yang mengangkat keunikan masing-masing daerah. "Dengan film itu, potensi-potensi setiap daerah akan semakin terekspos," kata Ukus.

Penghasil Devisa

Khusus untuk bidang film, Tjetjep menekankan pada kebijakan menjadikan film sebagai tumpuan industri kreatif. Sejumlah negara, seperti Korea Selatan, India, atau Thailand menjadikan film sebagai tumpuan penghasil devisa. Bahkan di Amerika Serikat, pendapatan dari film menempati posisi lima besar.

"Tantangan yang terlihat di pelupuk mata adalah bagaimana melahirkan film yang benar-benar dari Indonesia. Jika kita melihat kondisi sekarang cenderung tidak ada film-film yang benar-benar diproduksi di sini. Pascapengambilan gambar selalu diproses di luar negeri, entah editing gambar, atau suara. Situasi begini menjadi tantangan kita bagaimana semua proses produksi itu bisa dilakukan di Indonesia," ujar Tjetjep.

Jika hal ini dapat terlaksana maka industri film akan semakin maju dan bisa menghidupi banyak orang, tidak hanya artis dan produsernya saja. Selain itu juga akan memancing berkembangnya industri kreatif lainnya, tambah Tjetjep.

Sumber: www.suarapembaruan.com (29 Mei 2008)
-

Arsip Blog

Recent Posts