Jakarta - Jauh sebelum negara tetangga Malaysia mengklaim bahwa batik adalah budaya mereka, seniman asal Bandung, Hassan Pratama sudah berpikir untuk memainkan kain batik di atas kanvas. Bukan itu saja. Bahkan, sebelum akhirnya batik sedang tren di Indonesia saat ini, Hassan pun sudah membuat puluhan lukisan yang menggunakan media batik.
Pada lukisan abstraknya, pelukis kelahiran 1 Maret 1964 itu begitu bebas memainkan potongan-potongan batik dari kain sutra. Di mata Hassan, kain batik merupakan karya adi luhung nenek moyang yang memiliki fleksibilitas yang tinggi untuk dikaryakan.
Baginya, kain batik bukan hanya indah untuk menutupi tubuh manusia, melainkan juga mampu menebarkan pesona bagi mata yang memandangnya jika dipadukan dengan warna-warna cat akrilik.
Dari imajinasinya terhadap goresan-goresan batik itulah, pelukis yang pernah mendapat penghargaan internasional melalui lukisan abstraknya di Jepang dan Polandia ini, ingin bebas menggunakan potongan-potongan kain batik pada karya-karyanya. "Batik dengan segala macam coraknya, bisa dijadikan media untuk menyimpan warna dalam lukisan saya. Batik tidak selalu harus dipakai di badan. Batik juga indah dijadikan background pada lukisan. Itu sudah saya buktikan," kata Hassan di studio lukisnya di kawasan Pejompongan, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Bagi Hassan, menggandakan seni dalam satu karya (batik dan lukisan di atas kanvas), ternyata dapat menghadirkan nilai estetika yang tinggi. Tinggal bagaimana imajinasi sang seniman mampu menempatkan batik dalam setiap bidang kanvasnya.
Hassan yang oleh seniman Bandung dikenal sebagai pelukis yang kukuh dengan aliran abstraknya pada era kontemporer saat ini, mengaku tidak kesulitan untuk memainkan beberapa media (mixed media/media campuran) ke dalam lukisannya. Dia pernah melakukan hal yang sama terhadap daun, kertas, dan lain-lain. Yang jelas, Hassan selalu memakai media yang dia nilai mampu tahan sampai puluhan tahun dan tidak merusak kontur lukisannya.
Sebelum menempelkan potongan demi potongan kain batik yang diperolehnya dari penjahit, Hassan lebih dahulu membuat background warna pada kanvasnya. Setelah itu, potongan-potongan kain batik pun mulai ditempelkan dengan menggunakan aqua proof yang biasa dipakai untuk melindungi genting rumah agar kuat dan tahan bocor. Dia sengaja tidak menggunakan lem karena lama keringnya dan tidak kuat.
Bukan hanya menjadi background, kelincahan tangan dan keberanian Hassan memainkan batik di atas kanvas, membuat beberapa karyanya terkesan hidup. Misalnya saja lukisan bertema Tiga Gerak Jaipongan. Lukisan yang terpisah tiga dengan masing-masing lukisan berukuran 140x140 cm tersebut, menggambarkan tiga penari jaipong yang begitu lentur memainkan gerak tubuhnya yang ditutupi oleh potongan kain batik.
Mulai dari bentuk payudara, pinggang, hingga tubuh sang penari diselimuti oleh tempelan kain batik. Di sini, Hassan begitu cermat memainkan sapuan kuasnya dalam mengolah tempelan kain batik untuk membentuk kontur tubuh sang penari.
Lukisan Tiga Gerak Jaipongan tersebut merupakan satu dari puluhan lukisan media campuran (batik) yang sudah diselesaikan Hassan. Puluhan lukisan itu, seperti yang diutarakan Eka Buana Putra, pemilik RedBox Gallery, akan dipamerkan di Jakarta, yaitu di Galeri Nasional Indonesia atau di Museum Nasional pada Juni mendatang. Bahkan, kalau tidak ada aral melintang, karya-karya Hassan tersebut akan terbang untuk dipamerkan di negeri jiran Malaysia.
"Inilah karya-karya saya. Meskipun dunia seni rupa sedang booming kontemporer, saya tetap tidak mau ikut-ikutan. Saya tetap pada karakter saya sebagai pelukis abstrak. Saya sangat bangga dengan apa yang sudah menjadi karakter saya ini. Hanya saja, mungkin saja saya membutuhkan inovasi-inovasi baru dalam mengabstraksikan karya-karya saya," ujar Hassan.
Sumber: www.suarapembaruan.com (28 Mei 2008)