Tokyo, Jepang - Menbudpar, Jero Wacik mengakui pihaknya cukup berhati-hati dalam mendatangkan wisatawan Jepang ke Indonesia, mengingat kepatuhannya terhadap imbauan pemerintahnya, sehingga merasa perlu menerapkan "teori bebek" dalam pelaksanaannya.
"Turis Jepang itu karakteristiknya berbeda dengan negara-negara barat lainnya, seperti Amerika atau Australia yang bisa mengabaikan ‘travel warning‘ dari negaranya. Wisatawan Jepang sangat membebek atas saran dari pemerintahnya," kata Menbudpar di Tokyo Jumat, usai mengikuti pembukaan pameran pariwisata Jepang (JATA Travel Fair).
Menteri menceritakan hal itu ketika ditanya mengenai kiatnya dalam menggarap pasar pariwisata Jepang, berkaitan dengan kampanye Visit Indonesia Year 2008 yang mulai digelar di Negeri Sakura itu.
Selain itu, ujar menteri lagi, bagi masyarakat Jepang "seeing is believing". Jadi bagaimana melibatkan orang Jepang sendiri, seperti ratu kecantikan Jepang dan juga media massa Jepang untuk berkeliling Indonesia dan kemudian menceritakan kembali hasil perjalanan yang dialaminya.
"Mempromosikan keindahan pariwisata Indonesia melalui orang Jepang sendiri tentunya akan lebih mudah dipercaya oleh khalayaknya sendiri," tutur Jero Wacik. Ia kemudian menceritakan bagaimana kegiatan promosi akan lebih sering dilakukan di Jepang sehingga target untuk mendatangkan wisatawan Jepang ke Indonesia bisa lebih banyak lagi.
Ia sendiri menceritakan target VIY untuk mendatangkan tujuh juta turis asing ke Indonesia, sementara dari Jepang ditargetkan mencapai dua juta orang hingga akhir tahun.
Gerilya Marketing
Soal dana promosi, Menbudpar mengakui ia menerapkan gerilya marketing dalam menggarap pasar Jepang, mengingat minimnya anggaran yang disediakan untuk kegiatan promosi. Apalagi jika dibandingkan dengan kegiatan serupa yang dilakukan Malaysia.
Dengan melakukan gerilya marketing, katanya, VIY jadi berfokus pada pasar yang dituju dengan melibatkan pelaku usaha pariwisata dan media massa setempat. Ia pun mencontohkan kembali soal dilibatkannya ratu kecantikan dan kegiatan Family Trip tadi.
"Dana promosi VIY mencapai sekitar 15 juta dolar AS, tentu saja jauh dibandingkan dengan Malaysia yang mencapai 100 juta dolar. Namun, bukan berarti Indonesia kalah dari Malaysia," katanya.
Ia kemudian memaparkan sejumlah hitung-hitungan. dengan dana promosi sebesar 100 juta dolar Malaysia hanya mampu mendatangkan 20 juta turis ke negeri jiran itu, sementara Indonesia dengan anggaran seper-enamnya (ditargetkan) mampu mendatangkan turis sebanyak tujuh juta orang.
"Artinya, jika Indonesia mampu mendatangkan tiga juta turis saja, atau seper-enam dari jumlah turis yang didatangkan Malaysia, maka kita sudah hebat. Bukan kalah. Begitu logikanya," kata Jero Wacik sambil tertawa. (Ant)
Sumber: www.analisadaily.com (20 September 2008)