Banjarmasin - Beberapa dekade, pasar ini menjadi trade mark Banjarmasin di mata wisatawan mancanegara (Wisman). Sayang, saat ini pamornya makin memudar. Bahkan bisa dikatakan nasibnya mengenaskan. Fenomena kemegahan pasar terapung khas Kalsel makin sulit ditemui di Kuin.
"Selain karena ombak Sungai Barito besar, di Kuin juga sudah ada tandingan pasar darat. Warga sekitar sendiri juga lebih suka ke pasar darat," ungkap Utuh Banta, salah satu tukang kelotok yang biasa mengantar wisatawan berkeliling kepada BPost.
Menurutnya, kini perdagangan di Kuin lebih didominasi pedagang pendatang dari Tamban, Batola dan ada juga yang dari Nagara, HSS.
Tiap hari ungkapnya, tak banyak kegiatan di sana. Hanya ada sepuluh atau dua puluh perahu penjual dan pembeli.
"Kondisi Pasar Terapung Kuin terancam oleh Lok Baintan yang masih asri," tambahnya. Tutur Utuh Banta, ini dilihat dari letaknya, Pasar Terapung Muara Kuin berada di hilir sungai yang lebar dan dalam, sedangkan pasar terapung di Lok Baintan berada pada kawasan hulu Sungai Martapura yang tidak sedalam dan selebar Sungai Barito sehingga ombaknya tak besar.
Demikian halnya diungkapkan Syarkawi, pedagang buah di Pasar Terapung Kuin. Jika di Lok Baintan keramaian pasar terapung, di Kuin terjadi sebaliknya.
"Setelah jalan darat tersedia di banyak desa, pedagang eceran banyak beralih cara berdagang pakai sepeda atau sepeda motor, setelah membeli bahan jualan di pasar induk Banjarmasin. Kini tak lagi membeli di pasar terapung," paparnya.
Akibatnya, bukan pedagang kecil saja yang tak lagi mendatangi pasar terapung, tetapi juga pedagang besar. Pasar terapung Lok Baintan Sungai Martapura memang masih ramai. Pasalnya, kawasan itu belum terjangkau jalan darat yang memadai sehingga aktivitas pedagang tak berubah. (mansyur)
Sumber: www.banjarmasinpost.co.id (17 Juni 2008)