Jambi - Danau Gunung Tujuh bagai magnet di antara gunung-gunung vulkanik yang mengelilinginya. Setelah hujan berhenti sore itu, gunung-gunung yang berada pada ketinggian 1.950 meter di atas permukaan laut tersebut seakan berkaca pada sekeliling permukaan air danau seluas 12 kilometer persegi.
Pemandangannya meluruhkan letih yang kami rasakan selama tiga setengah jam perjalanan menanjak. Beratnya beban bawaan dalam ransel seperti tak berarti lagi karena tepat di depan mata adalah hamparan mahaindah.
Kami belum lagi mencapai tepian danau, yang merupakan akhir pendakian. Namun, dari jarak sekitar 30 meter, pencapaian itu telah menampakkan diri dari balik rimbunnya pepohonan tua. Langkah kaki tertahan begitu saja dan diri termangu menikmati keindahannya.
Cerita dari sejumlah teman ternyata tidak salah. Sesuai dengan namanya, kami dapat menikmati deretan tujuh gunung yang membentuk formasi mengelilingi sebuah danau vulkanik. Gunung-gunung itu adalah Hulu Tebo dengan ketinggian 2.525 meter di atas permukaan laut (dpl), Hulu Sangir (2.330 meter dpl), Mandura Besi (2.418 meter dpl), Selasih (2.230 meter dpl), Jar Panggang (2.469 meter dpl), dan puncak paling tinggi, yaitu Gunung Tujuh (2.732 meter dpl), sedangkan satu gunung lagi tidak bernama karena hanya pecahan kecil dari sebuah gunung besar yang pernah meletus.
Adapun danau yang berada di tengahnya terletak pada ketinggian 1.950 meter dpl. Banyak orang menyebut inilah danau vulkanik tertinggi di Asia Tenggara. Danau ini bisa juga dibilang salah satu yang terindah karena menikmati senja atau menunggu terbitnya matahari dari tepi danau ini merupakan saat-saat yang akan membawa kita mensyukuri keagungan Sang Pencipta.
Tidak seperti hari-hari biasanya, tak ada jingga pada senja hari itu, pada pertengahan tahun lalu. Setelah hujan tak henti- hentinya turun selama hampir empat jam, wajah sekitar danau membentuk warna keabu-abuan. Tak lama, bayangan gunung-gunung di sekitarnya tampak dari permukaan air.
Awan tebal sedikit demi sedikit menutupi wajah gunung-gunung itu, seiring mampirnya malam. Awan itu bagai tirai penutup yang menandakan pertunjukan selesai. Dalam diam, kami menikmati kedamaian di sana.
Rutin berkunjung
Bagi banyak anak muda, mengunjungi Danau Gunung Tujuh dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Kecamatan Danau Gunung Tujuh, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, merupakan rutinitas. Terlebih pada malam kedatangan kami, yang kebetulan merupakan saat yang ditunggu-tunggu karena bulan tengah purnama.
Rudi, pelajar SMA yang mendaki bersama lima teman sebayanya, mengaku hampir selalu menikmati bulan purnama di Danau Gunung Tujuh. Lewat tengah malam, ia akan merebahkan diri di atas sebuah batu besar pada tepian Danau Gunung Tujuh. Ini menjadi tempat favorit untuk menikmati pantulan bulan di permukaan danau, sambil sesekali memandangi jernihnya langit yang memamerkan deretan bintang-bintang bersinar.
”Rasanya sulit diungkapkan. Tapi, saya pasti selalu merasa tenang dan damai duduk di sini setiap malam bulan purnama,” kata Rudi.
Suhu di Danau Gunung Tujuh cukup dingin pada malam itu, apalagi tenda yang kami pasang basah oleh hujan sore harinya. Api unggun kami nyalakan bersama. Ini membuat kelompok-kelompok pendaki lain ikut berkumpul untuk menghangatkan diri. Suasana pun menjadi lebih cair. Kami saling berbagi makanan dan minuman.
Sebagian pendaki berpendapat, mencapai Danau Gunung Tujuh bukanlah hal yang sulit. Mereka umumnya menjadikan Gunung Tujuh satu paket perjalanan dengan Gunung Kerinci, yang berada pada ketinggian 3.805 meter di atas permukaan laut. ”Ada yang memilih ke Gunung Tujuh sebagai pemanasan sebelum mendaki Kerinci. Tapi, ada juga yang ke Gunung Kerinci lebih dulu, lalu menjadikan Gunung Tujuh sebagai bonusnya,” ujar Giri, teman petugas dari Balai TNKS.
Bagi pendaki yang sekadar ingin mencapai puncak, pergi pulang Gunung Tujuh dapat dilalui dalam satu hari perjalanan. Namun, bagi yang sengaja menunggu matahari terbit dari balik gunung, bermalam di tepi danau menjadi pilihan.
Ada juga yang sengaja tinggal lebih lama, khususnya untuk mengamati habitat burung di sana. Schneider pitta, burung endemik setempat, berada pada ketinggian 900-2.400 dpl. Terdapat juga elang dengan kepala putih yang menjadi khas di wilayah Kerinci. Kedua jenis burung ini terdapat pula di Gunung Kerinci.
Dari sisi lain danau terdapat sebuah rumah yang pemiliknya sering memancing. Apabila beruntung bertemu dengannya, kita dapat menyewa perahu untuk diantarkan ke pasir putih. Setelah melewati perjalanan menyeberang danau sekitar setengah jam, tampaklah hamparan pantai pasir putih yang landai. Pantai pasir putih landai di dataran tinggi ini merupakan satu keunikan tersendiri yang dimiliki Danau Gunung Tujuh. Lokasinya juga cocok untuk berkemah sekaligus menikmati keindahan danau pada saat matahari mulai menampakkan wajahnya.
Pengunjung yang hendak menikmati keindahan lainnya dapat menuju Air Terjun Gunung Tujuh yang airnya bersumber dari danau itu. Pengunjung yang ingin mencapai air terjun ini dapat melalui jalur setapak, tidak jauh dari bekas wisma peristirahatan di dekat pos jaga di kaki gunung dengan waktu tempuh dua jam hingga tiga jam.
Wisata Danau Gunung Tujuh bukan wisata massa yang dapat dicapai tanpa persiapan khusus. Setelah menempuh perjalanan 320 kilometer dari Kota Jambi, ada baiknya para pendaki beristirahat dahulu. Sejumlah penginapan terdapat di Kecamatan Kayu Aro. Jika dapat, mampirlah terlebih dahulu ke kantor Balai TNKS setempat untuk mendapat pandangan mengenai wisata yang dapat dijelajahi di sekitarnya. Sebab, selain Danau Gunung Tujuh, masih terdapat wisata Air Terjun Telung Berasap dan goa-goa yang masih perawan. (Irma Tambunan)
Sumber: cetak.kompas.com (30 Agustus 2008)