Buleleng, Bali - Sejak lima tahun lalu Kabupaten Buleleng secara serius mengembangkan konsep pariwisata yang berbeda dengan konsep yang biasa dikembangkan di Bali bagian selatan. Konsep itu diberi cap nyegara-gunung. Artinya, pelaku-pelaku pariwisata dan pemerintah di Buleleng akan berkonsentrasi penuh untuk pengembangan konsep wisata alam dengan memanfaatkan kekayaan alam Buleleng dengan sebaik-baiknya. Setelah lima tahun berlalu, apakah konsep pariwisata nyegara-gunung itu cukup ampuh untuk menyedot datangnya wisatawan ke Bali Utara?
BERBICARA soal alam, Buleleng termasuk kabupaten yang paling kaya dengan memiliki hutan, danau, perbukitan dan laut yang sangat luas. Sehingga tidaklah salah jika Buleleng merancang sebuah konsep nyegara-gunung sebagai ciri khas yang membedakan Bali Utara dengan jenis-jenis objek yang ada di Bali bagian selatan. Konsep ini lahir ketika Bali diguncang bom dan kawasan Lovina yang menjadi ikon pariwisata Buleleng tampak makin redup.
Setelah konsep dirancang dan dijabarkan, maka wisatawan yang datang ke Buleleng mulai punya pilihan yang berbeda. Jika dulu wisatawan hanya punya tujuan ke Lovina dan sekitarnya, kini wisatawan mulai betah menikmati alam pegunungan yang dikemas dengan acara traking. Jika dulu wisatawan pergi ke Lovina untuk berjemur dan menikmati matahari terbenam yang mirip sama dengan pantai Kuta, kini punya pilihan lain misalnya ke laut untuk menyelam sembari menikmati indahnya terumbu karang dan ikan hias. Pilihan lain, wisatawan bisa menikmati pariwisata keheningan dengan bermeditasi di kawasan Danau Tamblingan atau kawasan tepi pantai di wilayah Tejakula.
Data yang diperoleh di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Buleleng menyebutkan wisatawan yang berkunjung ke Danau Buyan, Air Terjun Gitgit dan wilayah terumbu karang di pantai Pemuteran terus meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2008, Air Terjun Gigit hingga bulan Juli ini sudah dikunjungi 18.162 wisatawan. Air Terjuan Melanting yang relatif masih baru sudah mendapatkan kunjungan sebanyak 2.141 orang tahun dari Januari hingga Juli 2008 ini. Jumlah ini dinilai cukup banyak jika dibandingkan pada masa sekitar terjadinya bom Bali beberapa tahun lalu.
Selain wilayah pegunungan, wisatawan juga mulai memenuhi pantai-pantai yang ada di wilayah Gerokgak di Buleleng paling barat dan Tejakula di Buleleng paling timur. Pantai di Gerokgak, terutama di Pemuteran, dan pantai di wilayah Tejakula, memang memiliki karakter yang berbeda dengan kawasan pantai Kuta atau sebagian pantai lain di Bali Selatan. Jika di Bali Selatan pantai dipakai untuk berjemur, pantai di Gerokgak dan Tejakula itu lebih banyak dimanfaatkan untuk menyelam, yoga atau meditasi.
Dengan hasil seperti itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Buleleng Ida Bagus Puja Erawan mengatakan konsep pariwisata nyegara-gunung di Buleleng tergolong sukses meskipun di sana-sini masih terdapat sejumlah kelemahan. Keunggulan konsep nyegara gunung, lemah di pelaksanaan. Kelemahan terutama pada penerapan Sapta Pesona yang menjadi penunjang penting dalam pengembangan konsep pariwisata alam. ‘Masyarakatnya sudah cukup ramah, namun sejumlah objek alam masih terlihat kotor karena banyak yang membuang sampah sembarangan,‘ katanya.
Selain itu, lanjut Puja Erawan, pembangunan sejumlah vila juga masih perlu diawasi. Banyak vila dibangun di kawasan produktif yang justru menghilangkan keindahan alam yang hendak dijadikan daya tarik. Sumber daya manusia (SDM) dalam mengembangkan konsep pariwisata alam ini juga perlu dibenahi terus-menerus. ‘Jika kelemahan itu bisa diatasi bukannya tidak mungkin Buleleng akan menjadi alternatif tujuan wisata yang paling penting bukan hanya di Bali, tetapi juga di Indonesia,‘ katanya.
Karena menyangkut masalah lingkungan, Puja Erawan mengaku tak bisa bekerja sendiri dalam mengembangkan konsep pariwisata nyegara-gunung. Selain pelaku pariwisata, pihaknya juga menggandeng instansi-instansi pemerintahan yang memiliki kewenangan terhadap lingkungan hidup. Peran desa pakraman juga amat penting, misalnya dengan membuat awig-awig tentang kebersihan dan pembangunan vila. Dicontohkan, di kawasan Batuampar Pemuteran, hotel-hotel bersama desa pakraman sudah punya komitmen dalam menjaga kebersihan dengan melakukan kerja bakti secara rutin dan menyediakan tempat sampah di tempat-tempat yang ramai.
Selain masalah Sapta Pesona dan SDM ternyata masih banyak kawasan alam yang belum bisa dikelola dengan baik untuk dijadikan objek kunjungan wisatawan. Untuk air terjun, baru beberapa air terjun yang dikelola dengan baik. Padahal banyak air terjun lain yang sangat indah untuk dikunjungi seperti air terjun di Desa Sekumpul. Secara keseluruhan di Buleleng terdapat 22 air terjun. Sebanyak 12 aktif mengeluarkan air sepanjang musim dan 10 lagi hanya mengeluarkan air pada saat musim hujan.
Jadi, Puja Erawan berkomitmen bahwa Buleleng tak akan melakukan pergantian konsep dalam mengembangkan pariwisata di Bali Utara. Ia sangat yakin konsep nyegara-gunung akan menjadi salah satu karakter pariwisata yang bisa mendatangkan turis dan menyejahterakan masyarakat secara adil. (Adnyana Ole)
Sumber: www.balipost.co.id (24 Juli 2008)