Jakarta - Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) bersama Badan Pusat Statisik (BPS) segera membuat Neraca Satelit Kebudayaan untuk mengetahui potensi ekonomi budaya termasuk devisa yang dihasilkan. Sejauh ini industri budaya nasional menghasilkan devisa besar, namun belum dapat dihitung secara statistik.
"Untuk menghitung devisa yang dihasilkan oleh sektor budaya memang sulit. Metode untuk menghitung ekonomi yang dihasilkan dari budaya dimiliki oleh BPS, untuk ini Kemenbudpar bekerjasama dengan BPS," kata Sekjen Kemenbudpar Drs. Wardiyatmo, MSc seusai membuka Seminar Penyusunan Naskah Akademik RUU Tentang Kebudayaan di Balirung Soesilo Soedarman Gedung Sapta Pesona Jakarta, Rabu (2/2).
Perhitungan ekonomi yang dihasilkan oleh sektor budaya menggunakan metode khusus, dan ini sangat berbeda dengan perhitungan ekonomi pariwisata yang telah memiliki metode baku mengacu pada Badan Pariwisata Dunia (UN-WTO) dan telah diaplikasikan dalam Tourism Satellite Account (TSA) atau lebih dikenal dengan Neraca Satelit Pariwisata Nasional. Untuk membuat Nesparnas tersebut Kemenbudpar bekerjasama dengan BPS.
Sementara itu Mantan Menbudpar I Gede Ardika mengatakan, sektor budaya menghasilkan devisa cukup besar, namun sejauh ini perhitungan secara riil sulit dilakukan karena melibatkan banyak pihak.
"Pengalaman di negara maju, seperti Kanada, mereka baru dapat melakukan perhitungan seperti Neraca Satelit Kebudayan dalam waktu 25 tahun," kata Ardika.
Seperti diketahui Presiden RI telah mengeluarkan Instruksi Presiden No 6 / 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif yang meliputi bidang-bidang seperti periklanan, arsitektur, pasar seni dan barang antik, kerajinan, desain, fasion (mode), film, video dan fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan piranti lunak radio serta televisi, riset dan pengembangan. Ekonomi kreatif ini berbasis pada teknologi dan kekayaan budaya.
Sumber: http://www.mediaindonesia.com