Jakarta - Makanan ini terbuat dari beras ketan yang dicampur dengan santan, dicetak dengan bambu sebelum dimasak, dan dibungkus daun pisang muda. Bentuknya bulat dengan tebal sekitar 2 sentimeter dan diameter 3,5 sentimeter. Namanya kue tumbuk.
Biasanya kue ini dihidangkan bersama sambal kacang, bumbu opor ayam/daging, atau dengan sambal hati ayam/sapi dan kambing. Dalam satu piring hanya diberi satu sampai dua kue tumbuk dan di sisinya diberi aneka sambal tergantung selera yang akan menyantap.
Ini salah satu kue istimewa bagi masyarakat Kotabaru dalam menjalankan puasa Ramadan. "Kue tumbuk hanya muncul setiap bulan puasa hingga Lebaran, sehingga menjadi hidangan istimewa bagi masyarakat di sini," kata Syahruding, 45 tahun, warga Baharu, Kotabaru, Kalimantan Selatan, Kamis lalu.
Sebetulnya, menurut Syahruding, kue tumbuk bukan makanan khas masyarakat Kotabaru. Ini jenis makanan khas suku Mandar di Sulawesi Selatan. Memang, hampir 30 persen masyarakat Kotabaru berasal dari Sulawesi.
Menu itu sesuai dengan selera masyarakat di Kotabaru. Bagi masyarakat Mandar, kue tumbuk hanya diolah saat Hari Raya. Selain membuatnya sangat sulit, kue tersebut memiliki nilai sejarah yang tidak dapat dilupakan bagi mereka yang merantau meninggalkan kampung halaman.
Husaini, warga Pulau Laut Utara, mengaku setiap diundang tetangganya selalu mengincar kue tumbuk dan mengabaikan kue lain. "Setiap tahun kami hanya menunggu-nunggu hidangan kue tumbuk," kata dia.
Sedangkan Daeng Aja, 63 tahun, warga asal Sulawesi Selatan yang sudah sekitar 40 tahun meninggalkan kampung halamannya, mengaku tidak akan lupa menghidangkan kue tumbuk kepada tamunya selama Ramadan dan Idul Fitri. "Makanan ini tidak boleh ketinggalan untuk dihidangkan kepada tamu," katanya.
Kue tumbuk banyak dijual di Pasar Wadai yang biasa digelar selama sebulan penuh selama Ramadan oleh pemerintah daerah untuk menyediakan makanan berbuka puasa di Kotabaru. Harganya bervariasi. Untuk ukuran kecil Rp 1.000 per buah. Untuk ukuran besar dengan tebal sekitar 10 sentimeter lebar 6 sentimeter dijual sekitar Rp 15 ribu per batang.
Sumber: www.tempointeraktif.com (15 September 2008)