Bangunan Tua Miliki Nilai Ekonomis Bisa Jadi Wisata Budaya

Medan - Pakar sejarah dan arsitektur Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Prof Eko Budihardjo MSc menyatakan bangunan-bangunan tua memiliki nilai ekonomis karena bisa menjadi objek wisata budaya bagi para wisatawan.

“Jadi tidak benar anggapan jika bangunan tua suatu daerah hanya bernilai sosial budaya. Bangunan tersebut juga bernilai ekonomis,” ungkapnya ketika tampil sebagai pembicara pada Seminar Nasional Arsitektur yang dilaksanakan Fakultas Teknik Arsitektur ITM, Kamis (10/7) di Istana Maimon Medan.

Seminar dalam rangkaian kegiatan Olimpiade Arsitektur se-Sumatera (OASe), bertema “Revitalisasi Bangunan Konservasi di Kota Medan” itu dibuka Rektor ITM, Ir Mahrizal Masri MT diwakili Dekan Fakultas Teknik Arsitektur Ir Basri Syarif MEng tersebut juga menampilkan pembicara Dr.Phil Ichwan Azhari (Ketua Pusat Studi Sejarah dan Ilmu Sosial Unimed) dan Ir Suhardi Hartono MSc.

Lebih lanjut, Eko Budihardjo menjelaskan bangunan-bangunan tua pada suatu kota merupakan karya seni sosial yang luar biasa. Bangunan tersebut menunjukkan identitas dan karakter masyarakat kota tersebut sehingga nilai sejarahnya sangat besar.

“Nah pemerintah seharusnya menjaga dan memanfaatkan nilai sejarah untuk bisa menghasilkan Pendapatan Asli Daerah/PAD,” ujarnya.

Namun, dia menyayangkan para pemimpin daerah, kabupaten/kota tidak konsen menjaga dan merawat bangunan tua malah bangunan tersebut dihancurkan dan dijadi lahan bisnis guna menambah PAD.

Direvitalisasi
Di contohkannya, Singapura punya bangunan kota sejarah little India, Inggris mempunyai China Town dan sebagainya. Bangunan tua seperti itu tidak dihancurkan malah direvitalisasi/dihidupkan kembali dan menjadi kebanggaan serta pengasilan pemerintah setempat.

Pakar arsitektur ini juga melihat kesadaran masyarakat dan pemerintah kabupetan/kota untuk menjaga bangunan tua masih rendah.

Karena itu, Eko Budihardjo mengharapkan peran perguruan tinggi seperti ITM untuk memberikan masukan pada pemerintah melalui kajian penelitian tentang manfaat, dan nilai bangunan bersejarah.

“Saya melihat bangunan-bangunan tua bersejarah di Kota Medan sudah layak untuk diteliti dan bisa menjadi contoh bagi daerah lain. Hasil penelitian diharapkan sebagai masukan pada pemerintah. ITM saya pikir sudah bisa melakukan itu,” ucapnya.

Nilai
Sementara itu menurut, Ketua Pusat Studi Sejarah dan Ilmu Sosial Unimed Dr. Phil Ichwan Azhari mengatakan banyaknya bangunan-bangunan dan lokasi bersejarah hancur dan hilang di Kota Medan tidak terlepas dari kebijakan Pemko Medan yang menanggap bangunan tersebut tidak bernilai ekonomis. Pemko menilai bangunan bersejarah tersebut dihancurkan untuk kepentingan ekonomi.

Selain itu, katanya, anggota DPRD dan Pemko Medan juga kurang rasa memiliki dan masih rendahnya pengetahuan, kesadaran sejarah kota yang mereka huni. Mereka menanggap bangunan dan kawasan bersejarah dianggap `benalu` yang merugikan Pemko Medan.

Kegiatan seminar tersebut juga dirangkaikan dekralasi para peserta seminar yang ditujukan kepada Pemprovsu guna menjaga dan melestarikan bangunan cagar budaya dan objek wisata budaya di Kota Medan.

Seminar itu juga dihadiri Ketua Yayasan Dwi Warna Syamsuddin Djamin, Pengurus Yayasan Sultan Maimun Al Rasyid, Pengurus Badan Warisan Sumatera, Humas ITM, M Vivahmi SH, Ketua Panitia Ardiansyan ST MT. (twh)

Sumber: www.analisadaily.com (11 Juli 2008)
-

Arsip Blog

Recent Posts