Cahaya dari Masjid Luar Batang

Jakarta - Di sebuah toko di Jalan Pasar Ikan, Kampung Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara, Rabu (2/7) siang itu, Suarto (53) yang melanjutkan usaha mendiang ibunya sejak tahun 1970-an mengeluh‘ usaha kerajinan kerang yang ditekuni keluarganya sejak 1880-an semakin memburuk.

Deretan toko di Jalan Pasar Ikan, yang pada era 1990-an banyak menjual berbagai barang kerajinan dan hidangan laut serta perlengkapan kapal dan nelayan, sekarang berubah menjadi deretan penjual pakaian, tas, dan barang kelontong. Tak ada lagi pemandangan khas di deretan toko.

”Dulu, deretan toko di sini kebanyakan menjual kerajinan laut, keperluan nelayan, dan instrumen musik tradisional. Tempat pelelangan ikan di belakang deretan toko masih ramai. Ada beberapa warung ikan bakar dan sajian makanan khas nelayan lainnya di situ. Turis suka pada suasananya,” tutur pengojek bernama Sanang (62)‘ yang mangkal di depan deretan toko. Ia sudah 20 tahun mengojek di situ.

Menurut dia, suasana kala itu membuat jasa pengojek pun laris. Setelah ada pelelangan ikan di Muara Baru dan Muara Angke, lanjut Sanang, pelelangan ikan di Kampung Luar Batang sepi. Lesunya roda ekonomi sektor informal di kawasan Kampung Luar Batang itu juga disampaikan mantan pelaut Nurdin (50), yang membawa penulis menelusuri pantai Sunda Kelapa dengan sampan‘ Rabu sore.

Menurut Lurah Penjaringan Budi Santoso, yang dihubungi terpisah, Kamis (3/7) siang, penduduk di kelurahan yang dipimpinnya saat ini masih mengandalkan mata pencarian dari sektor informal. ”Lebih dari 60 persen,” tuturnya.

Budi mengakui mereka yang bekerja di sektor informal umumnya hidup di bawah garis kemiskinan. Padahal di Kelurahan Penjaringan, terutama di sekitar Kampung Luar Batang, banyak peluang usaha wisata yang belum tergarap yang bisa menghasilkan banyak keuntungan. Setidaknya ada empat tempat di kelurahan tersebut yang bisa dikembangkan; Museum Bahari, Pasar Ikan, Gedung Galangan Kapal Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC), dan Masjid Keramat Luar Batang.

Mudah terintegrasi
Lokasi yang berseberangan dengan Pelabuhan Sunda Kelapa, warga Kelurahan Penjaringan bisa memanfaatkan perairan Sunda Kelapa (masuk Kelurahan Ancol) untuk tujuan wisata seperti yang dilakukan Nurdin dan kawan-kawan tadi. Dibandingkan dengan wilayah kota lama lainnya, keempat lokasi itu lebih mudah diintegrasikan dalam satu paket wisata yang beraneka karena letaknya berdekatan.

Dengan modal keempat lokasi tadi, peluang menjadikan Kelurahan Penjaringan menjadi wisata ziarah, wisata air, dan wisata budaya terbuka lebar. Sebaiknya, pengembangan kawasan berbasis pada wisata ziarah di Masjid Luar Batang.

Mengapa? Selain karena kegiatan ziarah di sana sudah lama populer dan mampu mendatangkan banyak peziarah dari luar dan dalam negeri, pengembangan wisata ziarah di masjid diharapkan bisa mengembalikan fungsi masjid sebagai pusat kebudayaan yang belakangan tergeser oleh mal.
Para ahli waris Habib Husein bersama warga sekitar, pemerintah daerah, dan instansi terkait bisa mengembangkan secara swakelola, tempat khalwat yang nyaman, penginapan, dan berbagai jasa wisata lainnya. Prinsipnya, menanam harapan, semua bakal diuntungkan.

Kedua, menghindari pendekatan ”proyek” dan memilih melibatkan warga. Ketiga, pengembangan wisata dilakukan sedikit demi sedikit sesuai dengan kemampuan ”warga yang paling tidak mampu”.

Bila pengembangan wisata berhasil, kita bisa berharap kawasan permukiman kumuh di Kelurahan Penjaringan yang sering dililit musibah rob, kebakaran, dan kesulitan air bersih berubah menjadi kawasan permukiman yang lebih sejahtera dan terbuka. Itulah makna ”cahaya” dari Masjid Luar Batang. Mampu menjadi pusat kebudayaan, termasuk menjadi penggerak roda ekonomi Kelurahan Penjaringan. (windoro adi)

Sumber: cetak.kompas.com (10 Juli 2008)
-

Arsip Blog

Recent Posts