Bali - ”Dik, kapal ke Nusa Penida belum datang. Kapal yang ini tujuan Lombok,” petugas di pelabuhan Padangbay mencegat rombongan kami yang masuk jalur menuju kapal feri di dermaga. Kami kecewa.
Ya, transportasi menjadi kendala menuju Pulau Nusa Penida. Hanya ada satu Kapal Roro (sejenis kapal feri) yang melayani rute Padangbay, Bali, ke Mentigi, Nusa Penida. Ada kapal lain, tapi terbatas dan tak mungkin menampung rombongan besar seperti ekspedisi Nusa Penida ini.
”Ekspedisi Nusa Penida ini kerja sama Madyapadma Journalistic Park dengan Conservation International Indonesia (CII) Program Nusa Penida,” jelas Ketua Madyapadma Journalistic Park SMAN 3 Denpasar Ida Ayu Gede Astiti.
Ekspedisi dilakukan pada 13-15 Juli 2008. ”Peserta dari Madyapadma (SMAN 3 Denpasar) sebanyak 25 orang, SMAN 1 Baturiti Tabanan (2 orang), SMAN 1 Nusa Penida (9), SMPN 3 Denpasar (7), SMPN 1 Nusa Penida (6),” kata Ketua Panitia Ekspedisi Nusa Penida IGA Henny Ratnasari.
Setelah 3,5 jam menunggu, pukul 15.20 Kapal Roro tujuan Nusa Penida datang. Pukul 15.30 kapal pun berangkat, meninggalkan Pulau Bali. Satu jam perjalanan melintasi Selat Badung terasa cepat.
Perkemahan
Tiba di Pelabuhan Mentigi, Nusa Penida, jemputan sudah menanti. Empat omprengan dan satu mobil bak terbuka berisi peralatan mengantar kami ke lokasi perkemahan, Nusa Penida Bird Sanctuary Park di Desa Ped. Sepanjang kiri-kanan jalan, kebun kelapa dan pisang yang kering menyapa. Gubuk-gubuk petani rumput laut berjejer di tepian pantai.
Di lokasi perkemahan, kami disambut kicauan burung jalak bali di kandang penangkaran, juga sapaan burung kakaktua kecil jambul kuning (burung endemik Nusa Penida).
Matahari sudah condong ke barat saat kami tiba. Ini gara-gara keterlambatan kapal. Kami bergegas, sebagian memasang tenda, yang lain matur piuning (pemakluman kalau kami datang ke Nusa Penida), sembahyang di Pura Dalem Ped. Malamnya, dipandu oleh Iwan Dewantama (dari CII) dan I Wayan Ananta Wijaya (pembina Madyapadma), kami mempelajari 12 tema yang akan kami riset esok. Kami membagi diri dalam 12 kelompok sesuai pilihan.
Tema itu meliputi ketersediaan air bersih, penerapan energi ramah lingkungan, konservasi burung kakaktua dan jalak bali, budidaya rumput laut, nelayan, pohon piling yang hampir punah, kesenian khas Nusa Penida, keberadaan awik-awik tentang lingkungan hidup, ekosistem pantai, pariwisata bahari, pengembangan potensi pariwisata Nusa Penida, serta pengelolaan sampah.
Jam 23.10 acara berakhir. Kami masuk ke tenda, tidur seperti ikan asin dijemur. Sejajar rapi.
Berpencar
Kami dibangunkan kicauan burung jalak bali. Pukul 09.00 kami meluncur ke desa tujuan. Ada lima jalur penjelajahan, jalur timur dari Ped terus Kutampi, Batununggul, Suana, dan Sekartaji. Jalur tengah dari Ped ke arah Puncak Mundi- Batukandik terus Tanglad. Jalur barat dari Ped menuju Toyapakeh, Penida, dan Crystal Bay di Sakti. Jalur pendek sekitar Desa Ped agak ke barat dan pesisir pantai serta jalan kaki pusat Desa Ped.
Tim berpencar sesuai tema. Tim saya (Okta) yang memilih ketersediaan air bersih dibagi dua, yang jalur barat ke PDAM di Penida dan yang ke timur ke pengelolaan air laut menjadi air minum di Suana.
Temuan kami, sumber mata air di Penida yang dikelola PDAM debitnya 125 liter per detik. Di Nusa Penida ada lima sumber mata air berlimpah dari sungai bawah tanah. Total air bersih mencapai 725 liter per detik. Ini cukup untuk memenuhi kebutuhan air bersih di Nusa Penida. Sayangnya, tak semua sumber air dimanfaatkan. Sebagian terbuang ke laut di tebing-tebing pantai selatan Nusa Penida. Jadilah, air bersih menjadi masalah pokok di Nusa Penida yang kering.
Henny kebagian mendampingi tim yang melewati rute jalur tengah, kelompok yang menggali kesenian Nusa Penida di Desa Tanglad. Mereka menggali informasi soal tari sakral Baris Jangkang.
Dimas menelusuri jejak burung kakaktua kecil jambul kuning. Ia menyusuri jalur timur menuju ujung tenggara Nusa Penida, tepatnya di Banjar Sedehing Desa Sekartaji. Di sini tim merekam dalam bentuk film kehidupan burung itu di alam bebas.
Dayu Astiti menelusuri awik-awik yang mengatur lingkungan hidup di Desa Ped. Tantri menggali potensi wisata Nusa Penida di jalur tengah. Sore, sekitar jam 17.30 Wita, semua tim kembali dari masing-masing lokasi, menyusun laporan berbentuk riset ilmiah, reportase jurnalistik, dan film dokumenter.
Saat presentasi tim Dayu Astiti yang membahas keberadaan awik-awik lingkungan hidup, tim mendapatkan 60 persen responden warga Desa Ped tak tahu awik-awik lingkungan hidup. Mereka mewawancarai 15 warga desa dengan metode acak sederhana.
Presentasi berakhir dini hari pukul 01.10. Tanpa basa-basi, panitia menutup acara presentasi. Pengumuman terbaik dilakukan esok. Inilah hari terakhir ekspedisi di Nusa Penida. Pukul 09.00 kami membuat media tanam sebanyak 3.000 polibag, langsung pengumuman peserta terbaik, kesan peserta, dan nonton film dokumenter perjalanan di Nusa Penida.
Sayangnya, kami tak dapat menonton film karena sudah pukul 10.45, padahal kapal tiba di Mentigi pukul 11.00. Kami bergegas menuju kapal untuk pulang ke Bali. (Tim Madyapadma SMAN 3 Denpasar, Bali: Ida Ayu Gede Astiti, Ni Wayan Oktariani, Ni Made Tantri Indraswari, Dimas Bayu Permana, Gst A Henny Kurnia Ratnasari)
Sumber: cetak.kompas.com (8 Agustus 2008)