Pemda Bali harus Bertindak

Denpasar, Bali - Kelestarian seni dan budaya Bali saat ini dalam ancaman. Sejumlah karya seni masyarakat Bali yang telah diwarisi turun-temurun, dikhawatirkan secara perlahan-lahan akan punah karena dilucuti pengusaha asing. Pemda Bali mesti bersikap dengan membuat peraturan daerah (perda) sebagai payung hukum yang melindungi para perajin serta motif tradisional Bali.

Hal itu terungkap pada diskusi terbatas Perlindungan Desain Tradisional Bali serta Problematikanya, di Warung Beras Bali, Jumat (25/7) kemarin. Made Widiantara dari Kanwil Hukum dan HAM Bali menyatakan negara memberikan perlindungan hak cipta atas ciptaan yang penciptanya tidak diketahui (pasal 10 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta). Selanjutnya disebutkan negara memegang hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi dan karya seni lainnya.

Kalaupun folklor menginspirasi seseorang mengembangkan suatu karya, maka hak ciptanya hanya bisa didaftarkan oleh warga Indonesia. Kalau ada orang asing yang mengajukan permohonan harus seizin pemerintah Indonesia. Pemerintah dalam hal ini dapat mencegah adanya monopoli atau komersialisasi serta tindakan yang merusak atas pemanfaatan komersial tanpa seizin negara RI sebagai pemegang hak cipta.

Hanya persoalannya, lanjut Widiantara, sampai saat ini belum ada peraturan pemerintah yang menjadi pelaksana UU tersebut, sehingga menyebabkan kekosongan hukum. Pihaknya menyarankan Pemda Bali segera membuat aturan hukum melalui perda yang di dalamnya juga dilampiri inventarisasi karya-karya seni budaya tradisional Bali, sehingga bisa menjadi dasar hukum untuk menggugat kalau ada orang yang mendaftarkan sekaligus mendapatkan hak ciptanya. Peluang masyarakat Bali kecolongan sangat terbuka. ‘Sampai saat ini pemerintah belum memiliki inventaris folklor, yang bisa digunakan untuk menyaring apakah suatu karya yang didaftarkan merupakan karya seni budaya tradisional atau tidak,‘ kata Widiantara.

Tjok. Udiana Nindhia, dosen Institut Seni Indonesia (ISI), menyatakan kelestarian budaya Bali perlu diselamatkan dari pemanfaatan sewenang-wenang pihak asing. Pemerintah perlu segera turun tangan serta memberikan perlindungan hukum kepada para perajin Bali yang memanfaatkan desain tradisional Bali.

Pihaknya mengaku sangat khawatir melihat perkembangan yang terjadi. Sejumlah desain tradisional, seperti patra punggel, kuping guling telah dihakciptakan pihak asing. Kondisi ini jika tidak dicermati secara cepat, akan membuat para perajin jadi terhimpit. Tidak menutup kemungkinan para perajin dipaksa bersentuhan dengan hukum, padahal apa yang dikaryakannya itu merupakan warisan leluhur.

Selanjutnya, Udiana Nindhia menyadari sepenuhnya bahwa problem perajin Bali dalam mendaftarkan karya ciptanya karena terbentur soal dana. Perlu dana besar untuk mendapatkan sebuah hak cipta. Perajin sudah pasti akan menghubungkan antara pengeluaran untuk mendapatkan hak cipta serta hasil penjualan produksinya. Terkadang perolehan keuntungan yang sedikit, membuat para perajin enggan mendaftarkan ciptaannya.

Widiantara menambahkan, biaya resmi pendaftaran sebuah hak cipta hanya Rp 650 ribu. Memang ada sumbangan yang bersifat sukarela, namun sifatnya tidak memaksa. Namun, untuk perajin yang termasuk kategori UKM, pemerintah akan memberikan keringanan dalam biaya pendaftaran.

Sumber: www.balipost.co.id (26 Juli 2008)
-

Arsip Blog

Recent Posts