Palembang, Sumatra Selatan - Sebagai seorang pendatang, sangat sulit bagi Eddy Kokoe untuk menentukan makanan apa yang pas untuk berbuka nanti. Maklumlah, makanan di Palembang rata-rata tidak menggugah lidahnya untuk `bergoyang`.
Nyaris semua makanan khas palembang berbahan dasar seragam, misalnya tekwan dan model. Keduanya merupakan turunan dari empek-empek, penganan khas Palembang yang kondang itu. Yang membuat keduanya berbeda hanya kuahnya, namun bahan dasarnya tetap ikan.
Begitu juga `celimpungan`, kuahnya tetap saja dari santan. Pokoknya semua hidangan tersebut enggak jauh-jauh dari santan dan ikan. Membosankan.“Saya tak suka makanan pedas dan bersantan,” ujar pria berkepala plontos ini, Selasa (2/9).
Namun, untunglah selama Ramadan di Kota Palembang banyak berdiri pasar yang oleh warga setempat dikenal sebagai "pasar beduk". Dinamakan pasar beduk lantaran pasar ini akan tutup menjelang beduk berbuka. Di sini banyak pedagang yang menjual makanan ringan khas Palembang. Rupanya makanan "wong kito" tidak melulu dari ikan, namun ada juga yang terbikin dari tepung, seperti laksa dan serabi.
Tengok saja pasar beduk yang digelar di depan Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera). Pasar beduk ini dibuka mulai pukul 13.00 WIB. Puluhan pedagang tampak menjajakan berbagai jenis makanan dan minuman. Seluruh hidangan tradisional Palembang tumplek-blek di sini. Sebut saja pempek, model, tekwan, kolak, es buah, kue-kue lainnya. Tidak hanya makanan ringan namun juga lauk pauk yang siap santap.
Bagi para pendatang seperti Eddy, keberadaan Pasar Beduk sangat membantunya karena dia bisa memilih makanan yang dia suka. Mau yang bersantan ada, yang bertepung juga tersedia. Yang penting sedap dirasa.
Pendatang lainnya, Firdaus, tak jauh berbeda dengan Eddy. Bedanya, Firdaus lebih memilih makanan yang katanya cukup aneh dan sulit ditemukan saat bukan bulan puasa. "Kayak laksa dan serabi itu sulit didapat,” katanya.
Kalaupun ada, makanan tersebut hanya diperoleh di warung-warung tertentu saja. Tetapi di sepanjang Ramadan kue serabi bisa ditemukan di setiap pasar beduk. Tentu dengan kuah yang beragam, seperti kuah dari durian.
Bukan cuma memuaskan perut anak perantau seperti Eddy dan Fidaus saja, pasar beduk juga seperti ikut meringankan tugas karyawan yang tak sempat memasak. Mereka juga bisa membeli lauk pauk. Dan, soal harga jangan khawatir. Harganya sangat variatif namun bisa terjangkau kantong masyarakat.
Sebenarnya, pasar beduk tidak hanya ada di Monpera belaka, namun "pasar dadakan" itu juga terdapat di beberapa lokasi, seperti Pasar Sako, Jalan Demang Lebar Daun, dan sekitar Bukit Sangkal. Tapi tetap di Monpera yang ramai pedagang atau pun pembelinya. Rata-rata para pedagang ini berjualan dadakan atau berniaga di saat bulan puasa saja.
“Saya hanya berjualan selama Ramadan, mengisi waktu luang menjelang buka,” ujar Noni pedagang di Monpera. Dia menjual berbagai macam makanan ringan, gulai dan kolak. Dia mengaku biasanya makin sore makin banyak yang datang membeli dagangannya.
“Biasanya sih habis apa yang kita jual, kalau pun ada sisanya tidak banyak,” katanya. Bercermin dari bulan puasa tahun lalu, keuntungan yang dia dapat bisa membelikan baju buat anak-anak dan menambah uang saku selama lebaran.
Nah, untuk yang kesulitan menentukan pilihan makanan, terutama yang tak doyan empek-empek, tidaklah salah untuk melangkah kaki ke pasar beduk. Di sini semua makanan yang menantang selera banyak tersedia. (Arif Ardiansyah)
Sumber: www.tempointeraktif.com (2 September 2008)