Jakarta - Sebentar lagi, para peritel raksasa harus menjauh dari pedagang tradisional. Ini adalah salah satu poin yang tertuang dalam aturan teknis pelaksanaan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112/2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.
Departemen Perdagangan (Depdag) beberapa hari terakhir kembali menggodok aturan turunan tersebut. Calon aturan pelaksanaan dari Perpres Pasar Modern ini dalam bentuk Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag).
Sekretaris Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Depdag, Gunaryo, mengatakan, Permendag bakal terbit sebelum akhir tahun ini. "Salah satu yang diatur adalah letak pasar modern harus jauh dari pasar tradisional yang telah ada," kata Gunaryo, kemarin.
Sayangnya, Gunaryo masih merahasiakan jarak minimal antara pasar modern dengan pasar tradisional. Alasannya, pemerintah daerah yang mengatur masalah jarak tersebut. "Letaknya itu harus mengikuti rencana umum tata ruang dan wilayah milik pemerintah daerah," bebernya.
Selain soal jarak, Permendag juga memuat ketentuan tentang sistem zonasi. Yakni, luas usaha pasar modern skala besar tidak boleh kurang dari 1.200 meter persegi. Peritel modern juga wajib menggandeng usaha kecil mikro dan menengah (UMKM), serta aturan tentang syarat perdagangan (trading term). "Ketentuan-ketentuan ini berlaku untuk investasi ritel baik lokal maupun asing," kata Gunaryo.
Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Ngadiran tetap menolak Perpres Pasar Modern. APPSI berencana mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Agung, guna membatalkan Perpres Pasar Modern. "Banyak klausul dalam Perpres yang tidak benar. Seperti ketentuan soal izin usaha pasar modern berlaku seumur hidup. Sementara pasar tradisional, setiap 20 tahun harus dikaji kembali. Ini kan tidak adil," katanya. (kps/ktn)
Sumber: http://www.banjarmasinpost.co.id (19 September 2008)