Bagansiapi - Api- Kota Bangansiapi-api dibanjiri ribuan masyarakat, sebagian besar diantaranya masyarakat Tionghoa, yang menyaksikan hajat bakar tongkang, Jumat (20/6). Saat replika kapal tongkang yang terbuat dari kertas, kayu dan bambu diarak menuju lokasi pembakaran di Jalan Perniagaan dari Kelenteng Ing Hok King sekitar pukul 15.10 WIB ribuan masyarakat Tionghoa dengan tiga batang hio di tangan setiap orang tampak mengiringi.
Sejumlah prosesi ritual cukup menarik wisatawan lokal maupun asing yang berjubel di ruas jalan protokol, mulai Jalan Aman, Sentosa, Kelenteng hingga Perniagaan. Suhu Kelenteng atau dikenal dengan istilah Tangki saling bergantian memberi penghormatan ke hadapan Dewa Ki Huo Ong Ya serta replika. Suhu kelenteng yang memiliki kemampuan magis berperan dominan dalam sejumlah atraksi menguji nyali.
Kepada Riau Pos, seorang pengurus Kelenteng Ing Hok King menyebutkan terjadi keterlambatan satu jam lamanya mengarak replika tongkang ke lokasi pembakaran. Keterlambatan ini lebih disebabkan pada prosesi sambutan penghormatan para suhu kelenteng. Karena jumlah suhu lumayan banyak, plus ruang gerak yang sempit mengakibatkan jalannya penghormatan menjadi macet.
“Terlambat satu jam itu biasa. Maklum saja, manusianya banyak, menjadikan ruang gerak sempit. Apalagi, setiap suhu harus menunjukkan sikap dengan kemampuan magis masing-masing,” ujar pengurus kelenteng yang mengenakan stelan khas Tionghoa berwarna merah.
Replika baru tiba di lokasi pembakaran sekitar satu jam kemudian. Walau jarak tempuh kurang dari satu kilomter, tetapi karena beragam hambatan seperti instrumen kabel telpon dan listrik di udara, terus diwarnai beragam pertunjukan sebagai bentuk partisipasi masyarakat menjadikan jalan yang ditempuh lamban.
Tiba sekitar pukul 16.00 WIB di lokasi bakar tongkang, replika tertahan sejenak dengan adanya sambutan dari Bupati Rokan Hilir H Annas Maamun dan Gubernur Riau HM Rusli Zainal. Karena memang sudah tradisi, tak sulit bagi panitia mengakses replika tepat di atas gundukan kertas Kim dengan bobot berat ditaksir lebih dari sepuluh ton.
Yang paling menarik dari cerita ritual bakar Tongkang di kota ikan, Bagansiapi-api itu adalah ketika ribuan manusia yang mengiringi arak-arakan dan berpawai dari Kelenteng Ing Hok King menuju lokasi Pembakaran, juga asap Hio yang terus mengepul ke udara. Akibatnya, cuaca panas yang gerah terbalut kabut asap membuat mata pedih juga menyesakkan dada.
Akibatnya, ribuan pasang mata manusia harus menangis pedih karena perih selama prosesi bakar tongkang diselenggarakan. Cuaca yang terik dalam sekejap berubah menjadi tegang, namun dilalui dengan tenang oleh masyarakat Tionghoa lokal maupun asing.
“Di sini kita torehkan harapan dan masa depan. Arah tumbang tiang tongkang kami deskripsikan sebagai acuan kegiatan usaha hingga satu tahun mendatang,” sebut Kok Pui, warga Bagansiapiapi yang sejak tiga tahun terakhir tinggal dan menetap di Jakarta dengan seabrek kegiatan usaha.
Pria dua anak ini membawa serta keluarganya pulang ke kampung halaman menyaksikan ornamen bakar tongkang bagai prasasti hidup yang harus diteladani. Maka meski harus tinggal jauh diluar Bagansiapiapi, tetap saja tradisi yang turun temurun itu disajikan kepada keluarga agar dapat dilestarikan hingga jauh hari kedepan.(i)
Sumber: www.riaupos.com (21 Juni 2008)