Wisatawan Kurang Merasa Nyaman

Yogyakarta - Karut-marutnya pengelolaan kawasan wisata di Yogyakarta, seperti terlalu banyak loket retribusi, ongkos parkir yang mahal, hingga kenyamanan dan kebersihan yang minim, harus disikapi segera secara serius. Semua kondisi itu ujung-ujungnya membuat wisatawan merasa kurang nyaman selama berada di Yogyakarta.

Demikian rangkuman pendapat para wisatawan domestik yang berkunjung ke Yogyakarta, Minggu (6/7). Sistem tiket yang tidak praktis dikeluhkan pengunjung Keraton Yogyakarta dan Kaliurang, sedangkan parkir yang mahal dan kenyamanan minim terjadi di Parangtritis.

Agustina (36), wisatawan domestik asal Bandung yang berwisata ke Keraton, berpendapat, sebaiknya pihak Keraton memberi alternatif wisata terpadu dengan harga tiket yang lebih murah. Dengan demikian, wisatawan memiliki pilihan yang lebih ekonomis. Misalnya dengan tiket Rp 20.000 per orang sudah termasuk akomodasi becak dan pemandu.

Jika ada pilihan semacam itu, banyak wisatawan yang tertarik. Artinya, besar pengeluaran sebanding dengan kenyamanan, ujarnya. Erna (32), wisatawan dari Jakarta bersama suami, mengeluhkan Parangtritis yang bertebaran sampah. Juga tak ada tempat berteduh yang nyaman buat balita. Ganti baju di kamar mandi Rp 2.000 dan ongkos parkir mobil Rp 10.000. Malas datang lagi, ucapnya.

Sudiyanto (50), pimpinan rombongan wisatawan dari Kalimantan Timur, saat berwisata ke Kaliurang mengeluhkan pengelolaan yang belum satu loket pembayaran tiket. Kami harus membayar berulang-ulang, katanya.

Menurut GBPH Prabukusumo selaku Pengageng II Keraton Yogyakarta yang membawahi Tepas Wisata, sulit menyatukan empat obyek wisata di Keraton. Ini karena tak semua turis ingin mengunjungi semua dalam sehari. Terkesan menjemukan jika wisata Keraton dibuat terpadu, ujarnya.

Terdapat empat obyek wisata utama di Keraton Yogyakarta, yakni Pagelaran, Pusat Keraton, Istana Air Tamansari, dan Museum Kereta. Pagelaran dan Pusat Keraton terletak dalam satu bangunan, namun Museum Kereta dan Tamansari sekitar 500 meter ke arah barat daya.

Harga tiket Jika memakai sistem tiket terusan, harganya terasa mahal, bisa mencapai Rp 15.000. Ini dari asumsi penggabungan seluruh biaya masuk pada tiap obyek Rp 3.000-Rp 5.000 per orang. Biaya itu belum termasuk retribusi khusus untuk kamera atau alat rekam lain yang rata-rata Rp 1.000.

Gusti Prabu mengemukakan, tiket terusan malah tak adil bagi wisatawan yang hanya bisa mengunjungi satu atau dua tempat. Selain itu, Keraton repot membenahi pengawasan karena empat obyek wisatanya di bawah dua departemen. Pagelaran dan Tamansari oleh Tepas Keprajuritan, sedangkan Pusat Keraton dan Museum Kereta ditangani Tepas Wisata.

Kepala Badan Pariwisata DIY Tazbir mengatakan, banyaknya pintu masuk ke tempat wisata cermin manajemen pariwisata yang tidak baik. Namun, mengubahnya jadi satu pintu jelas berbenturan dengan kepentingan masyarakat, pemda, hingga pelaku usaha swasta. Kalau pariwisata DIY ingin maju, pembenahan pertama harus ke sistem tiket menjadi terpadu karena banyak keluhan dari wisatawan, terutama domestik. Kami akan terus mengimbau dan berdialog dengan pihak pemkab, paparnya.

Ketua Kelompok Kajian Ekonomi Bank Indonesia Yogyakarta Dwi Suslamanto menuturkan, biaya untuk wisata ke Yogyakarta memang mahal. Masih banyak tempat menerapkan tarif berlapis. Harga makanan di kawasan Malioboro pun cenderung kagetan alias tiba-tiba mahal. Kunjungan wisatawan ke Keraton dalam seminggu terakhir naik dari rata-rata 1.000 orang per hari menjadi 2.000-3.000, bahkan akhir pekan lebih dari 4.000 pengunjung. (YOP/WKM/UTI/ILO/eny/PRA)

Sumber: cetak.kompas.com (7 Juli 2008)
-

Arsip Blog

Recent Posts